BERITA

Inilah Kisah Pilu Bocah Tak Berdosa dan Dua Orang Biarawati

KUPANG,SUARAFLORES.COM,-Kelahiran tidak pernah diminta oleh belasan bocah yang kini hidup di Pantai Asuhan Bhakti Luhur, Baumata, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kehidupan yang kejam telah meninggalkan mereka dalam dekapan erat dua orang biarawati yang berbakti menyelamatkan kemanusiaan dan masa depan anak-anak. Meskipun bertarung dengan keterbatasan, Suster Fermina Tunga dan Suster Pia terus berjuang menyambung kehidupan anak-anak dari orang tua yang brocken home, cerai dan menjadi TKI/TKW ini.
Ditemui suaraflores.com, Rabu (5/3), di sebuah rumah tua di kawasan Baumata, Pimpinan Panti, Suster Fermina Tunga, menguraikan kisah hidupnya bersama puluhan bocah yang rata-rata masih duduk di bangku Paud dan SD ini.
Diceritakannya, ketika ia tiba di Kupang pada tahun 2010, ia tidak melihat ada apa-apa di bidang tanah tersebut. Tidak ada bangunan yang layak huni, kecuali sebuah bangunan tua yang sudah reot, bocor dan kumuh diapit dengan timbunan sampah dan rimbunnya pepohonan. Ia lalu menemui seorang tukang bangunan yang bernama Linus, dan meminta pria tersebut membantu membersihkan tumpukan sampah, menebang semua pohon dan membersihkan rumah tua tersebut. Ia hanya memberi upah kepada Linus 50 ribu rupiah per hari. Alhasil, selama beberapa hari, tempat tersebut sudah bersihkan oleh Tukang Linus dan beberapa orang temannya.
“Setelah mereka bersihkan pekarangan dan menebang semua pohon, saya minta mereka buatkan meja, kursi dan lemari dari kayu yang ditebang. Karena saya tidak punya uang untuk membeli yang sudah jadi. Saya tidak diberikan banyak uang oleh Yayaan Bhakti Luhur, kecuali sebidang tanah ini. Inilah tugas kami untuk menjalankan misi kemanusiaan,”terang Fermina yang sebelumnya bertugas di Propinsi Sumatera Utara ini.
Lebih lanjut, dia mengisahkan, di tengah keterbatasan ia meminta bantuan lagi kepada Tukang Linus untuk membangun rumah panjang di bagian belakang rumah induk, bahannya dari kayu-kayu yang ditebang.  Rumah berdinding belahan bambu, berlantai tanah dan beratap seng tersebut akhirnya dibangun untuk menampung bocah-bocah kecil yang sudah dititipkan kepadanya.
“Waktu itu saya kewalahan, karena anak-anak ini sudah mulai datang dan tidak ada tempat tinggal yang layak huni. Jadi saya minta bantuan tukang untuk membangun sebuah rumah meskipun sangat sederhana. Asalkan, anak-anak bisa tidur dan belajar. Orang tidak pernah mengira tempat ini Panti, karena dilihat dari luar seperti kandang ternak,”kisah Suster Fermina yang berasal dari Bajawa, Flores ini.
Fermina menerangkan bahwa saat ini diirinya bersama Suster Pia yang berasal dari Ambon, dengan  anak-anak menempati rumah berlantai tanah sejak dua tahun lalu. Segala aktivitas mulai dari masak, makan minum, belajar dan berdoa dilakukan dalam rumah yang bocor jika diguyur hujan ini.
“Semua ini saya lakukan karena panggilan Tuhan. Saya terus bertahan sambil berdoa agar Tuhan membuka jalan. Saya yakin Tuhan sudah mengutus dan pasti Tuhan akan memberi,”harapnya.
Perjuangan Fermina dalam menyelamatkan masa depan anak-anak tak berdosa yang ditinggalkan orang tua ini tidak mudah. Sebab kedatangan anak-anak tentu membutuhkan makanan dan minuman, pendidikan dan kesehatan. Untuk mengatasi kebutuhan pangan, Fermina bersama anak-anaknya membuka lahan pertanian di atas pekarangan di belakang rumah. Di atas bidang tanah tersebut, ditanami berbagai jenis sayuran, seperti kacang panjang, lombok, tomat, jagung dan buah-buahan lainnya. Hasil dari tanaman ini kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain untuk membeli buku dan pinsil juga untuk membeli sabun, odol gigi atau obat-obatan.
“Memang ada juga yang membantu kami uang, beras, mie dan lain-lain. Namun untuk kebutuhan yang kecil-kecil saya ambil dari uang hasil jual sayur anak-anak. Ada banyak anak-anak yang mau dititipkan ke saya. Karena biaya, sebagiannya saya tolak, sebab kebutuhan mereka pasti cukup besar. Apalagi kalau mereka sakit,” terangnya sedih.
Meski di tengah kesulitan menjalakan misi kemanusiaan, Fermina  tidak berhenti bermimpi dan bercita-cita. Ia terus berencana dan berdoa untuk membangun sebuah gedung permanen berukuran besar  yang lengkap dengan fasilitas pendidikan, terutama untuk anak anak autis dan cacat. Karena mereka membutuhkan pelayanan khusus.
“Saya punya mimpi suatu saat kami punya gedung sendiri supaya anak-anak bisa tinggal di rumah dengan fasilitas pendidikan yang baik. Jika sudah punya tempat yang lebih baik, maka kami berani menerima banyak anak-anak cacat, autis maupun yang ditinggalkan orang tuanya,”ujarnya sembari berharap ada uluran tangan Tuhan melalui orang-orang yang berbelas kasih. (BK/SF)

sumber berita:

http://suaraflores.com/inilah-kisah-pilu-bocah-tak-berdosa-dan-dua-orang-biarawati/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *