BERITA

Memberdayakan Potensi Penyandang Cacat

Posted on November 28, 2011 by Kid’zoners]
Menapaki berbagai langkah waktu, pada tahun 1975 Pusat Bhakti Luhur dipindahkan ke Malang Sedangkan di Jakarta, yayasan ini dimulai pada tahun 1991 guna menangani dan mendidik anak-anak down-syndroma dan yang mengalami hambatan mental, serta merintis sekolah slow-learnes
Yayasan Bhakti Luhur adalah yayasan sosial yang memberi perhatian secara khas kepada para penyandang cacat yang miskin, telantar dan dipinggirkan. Secara resmi yayasan ini berdiri 5 Agustus 1959 di Madiun.
Pengelola dan pemilik Yayasan ini adalah Perhimpunan Kongregasi Biarawan-Biarawati Sekulir ALMA (Asosiasi Lembaga Misionaris Awam). ALMA dengan misi dan visi-nya yang khas, yakni pelayanan anak cacat yang karena salah satu atau beberapa sebab seperti fisik, psikis, mental, sosio-ekonomi yang menyebabkan keterbelakngan dalam perkembangannya. Setiap tahun jumlah anak-anak yang butuh perawatan di yayasan ini terus bertambah dan berasal dari golongan berbeda.
Dengan sabar, rajin, dan tulus para suster melakukan terapi kepada anak-anak cacat itu. Juga, kepada mereka diajari ketrampilan praktis sesuai kemampuan masing-masing anak. Hasilnya nyata. Banyak anak yang sudah mampu memasak, menjahit, menjadi tukang membuat peralatan belajar untuk keperluan mereka sendiri, bermain musik meski hanya dengan tangan satu misalnya. Bahkan sampai ada anak yang mampu menulis pakai mulut. Simak [Motivasi] Disabilitas dan Pandangan Masyarakat.
Kepedulian Lisa A. Riyanto
Setiap kali mengalami kemacetan mobil-mobil di jalan yang dilalui Lisa A. Riyanto menuju rumahnya di daerah Pranca, tahun 2002 lalu, pandangannya selalu tertuju pada sekelompok anak yang turun dari mobil sepulang sekolah yang letaknya tak jauh dari sisi kanan jalan. Penampilan anak-anak itu berbeda dari anak-anak normal umumnya. Bertolak dari rasa ingin tahu, suatu ketika Lisa mencari tahu tentang mereka dengan mendatangi langsung tempat anak-anak itu berada. Dia menjadi tahu persis kalau anak-anak yang sering ditatapnya selama ini adalah kumpulan anak-anak yang membutuhkan perawatan khusus karena mengalami cacat mental dan fisik.
Setelah melihat langsung anak-anak itu dan mendengar sharing dari para pengasuh yang antara lain beberapa orang suster Kongregasi ALMA, Lisa tak kuasa menahan rasa iba. Sejak itu dia menciptakan relasi lebih akrab dengan anak-anak dan para pengasuh di sana. Salah satu cara yang dilakukannya adalah dengan merayakan ulang tahun anaknya yang pertama tahun 2003 di tempat itu. “Bahagia sekali rasanya anak-anak itu bersama para suster perawat bernyanyi bersama sambil memainkan gitar memeriahkan ulang tahun anak saya,” kisah istri Richardus Eko Indrajit ini.
Dilandasi iman yang makin teguh pada kuasa Yesus, ibu dua anak ini berniat menolong anak-anak cacat yang diasuh di Yayasan Bhakti Luhur itu. Sebab itu, dalam doanya tiap malam dia senantiasa minta petunjuk Yang Maha Kuasa. “Tuhan, apa yang dapat saya lakukan untuk anak-anak cacat di Bhakti Luhur,” kenang pengagum Mother Teresa dan suster-suster ALMA ini.
Tak lama berselang, tepat hari Natal, artis kondang yang menikah tahun 2001 ini diundang suster untuk mengisi acara Natal bersama anak-anak cacat itu. Acara diisi dengan nyanyi bersama penghuni panti. “Bahagia sekali rasanya, ternyata ada anak-anak yang punya kemampuan menyanyi dengan suara bagus,” ujarnya kepada reformata, Kamis 4 September 2008 di rumahnya.
Melihat itu, Bu Emile, ketua Perkasih (yang merupakan perkumpulan beberapa keluarga awam sebagai sukarelawan untuk mendukung karya para suster ALMA dalam menangani anak-anak cacat tersebut) menelpon Lisa menawarkan untuk ikut membantu anak-anak itu. “Tawaran itu saya terima dengan senang hati,” tuturnya. Maka, mulailah dia bergabung di Perkasih dengan kegiatan pencarian dana. Dari satu gereja ke gereja lain dalam mencari dana, dia mengikutsertakan beberapa anak penyandang cacat yang pintar nyanyi. Sebagian hasilnya disisihkan untuk memperpanjang rumah kontrakan pengasuhan anak-anak itu. “Sulit rasanya pindah rumah kontrakan oleh sebab masa kontrakannya selesai. Di kontrakan yang baru tentu banyak sesuatu yang harus dipenuhi. Dan pastilah butuh uang lebih banyak lagi,” tandasnya.
Usaha lainnya, Lisa mencanangkan pembuatan album rohani yang hasilnya diserahkan sepenuhnya ke panti itu. Setidaknya, ada dua album lagu yang sudah dibuat. Album pertama dibuat dengan beberapa anak cacat ikut bernyanyi. Sedangkan album kedua kebanyakan dia sendiri yang menyanyi. Kasetnya pun laris, meski hanya sebatas kalangan gereja sendiri.
Selanjutnya, dalam pembangunan gedung panti di kawasan Pondok Cabe, Lisa juga ikut andil. “Meski proses pembangunan gedung nggak ikut, tetapi segala kebutuhan mengisi gedung baru itu, saya ikut juga. Mulai dari peralatan dapur, kamar tidur, mesin cuci, meja belajar, meja makan, dan yang lainnya,” urainya ramah. Upaya memenuhi kebutuhan itu, selain mencari donator, dia juga menggalang malam dana. “Saat ini, saya masih nyari teman khususnya sesama artis yang sepenuh hati mau terlibat aktif membantu karya suster ALMA dan anak-anak cacat itu,” lanjutnya. Bryan Wakili Tim Balikpapan di PON Riau.
Menepis stigma negatif
Niat membantu anak-anak cacat, kata Lisa, bukan sekadar ungkapan kasih bagi sesama. Lebih dari itu, kita bisa belajar dari mereka. Bisa dibayangkan, betapa berat derita anak-anak itu, tetapi mereka terima dan pikul dengan wajah cerah dan semangat penuh optimis. “Saya merasa bahwa mereka yang mengalami kekurangan, baik mental maupun fisik toh masih tetap optimis menjalani hidup. Tapi, kok kita yang normal ini dengan masalah sedikit saja bisa jadi cepat putus asa. Terkadang kita tidak puas dengan keadaan,” katanya dengan suara parau sambil menangis karena rasa haru mengenang kehidupan anak-anak cacat. Semangat hidup anak-anak cacat itulah yang menimbulkan energi positif dalam diri dan hidup Lisa. “Itu pulalah yang membuat saya lebih bersyukur atas kehidupan yang selalu diberi kekuatan oleh Tuhan dan lebih mau lagi untuk berbagi,” lanjutnya.
Lisa menuturkan karya para suster ALMA begitu mulia. Di tengah banyak orang yang barangkali melihat anak-anak cacat seperti sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi sehingga dianggap tak berharga di mata sesama, para suster ini malah berjuang menggali dan memberdayakan potensi mereka hingga bernilai. “Keikutsertaan saya mendukung karya para suster ini juga bertujuan agar orang bisa menepis stigma negatif para penyandang cacat,” jelasnya. ? Stevie Agas.
sumber:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *